Membingkai Adat Istiadat dengan Agama


(Apresiasi Film Uang Panai')

TERHITUNG sejak tanggal 25 Agustus 2016, film Uang Panai' telah memasuki pekan ke 4 masa penayangannya di beberapa bioskop kota-kota di Indonesia. Menurut kabar, selama masa tayang tersebut film ini telah berhasil menembus angka 300 ribu lebih jumlah penonton dan diperkirakan akan terus meningkat melihat besarnya animo masyarakat sampai sekarang. Ini bisa kita lihat dari antrian panjang calon penonton di berbagai loket bioskop, hingga banyaknya apresiasi positif di berbagai media cetak dan sosial dari masyarakat yang telah menonton. Bahkan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla pun tak mau kalah untuk menyaksikan film ini. Beliau bersama dengan pemain dan kru film Uang Panai’ telah mengadakan nobar alias nonton bareng di XXI Metropole, Jakarta, Sabtu (3/9/2016). 

Film Uang Panai' merupakan film bergenre komedi romantis, yang disutradarai oleh Halim Gani Safia yang juga berperan sebagai penulis naskah bersama Amiri Nuryan. Film ini digarap oleh rumah produksi Makkita Cinema Production dengan sebagian besar pemeran atau tokoh-tokohnya berasal dari artis lokal Bugis Makassar. 

Film ini bercerita tentang cinta lama yang bersemi kembali antara Anca (Ikram Noer) dan Risna (Nur Fadillah) setelah lama tidak bertemu namun keinginan mereka untuk menikah terhalang dengan adat istiadat yaitu mahalnya uang panai yang jumlahnya fantastis. Anca dibantu oleh 2 sahabatnya Tumming dan Abu (komedian) yang sering memberi ide kocak sebagai usaha untuk memenuhi hal tersebut. Ditengah-tengah usaha itu hadirlah Fadlan (Cahya Ary Nagara) sahabat kecil Risna yang baru pulang dari Amerika, di mana ayah nya ingin menikahkan Fadlan dengan Risna. Anca semakin tertekan dan di sinilah harga diri orang bugis-makassar dipertaruhkan. Diangkatlah dua semboyan khas budaya bugis makassar, yaitu sekali layar terkembang pantang biduk surut ketepian dan taro ada taro gau. Anca harus menyelesaikan janjinya untuk menikahi Risna, dia harus membuktikan ucapannya dengan melakukan usaha maksimal memenuhi jumlah uang panai yang telah disepakati.

Hal yang menarik dari film ini juga bahwa, dia tidak kehilangan nuansa religi dengan munculnya beberapa adegan bahwa uang panai' tidak ada dalam Sunnah Nabi SAW, dia adalah budaya kearifan lokal, adat istiadat dalam rangkaian pernikahan dan tidak boleh dijadikan sebagai penghalang dalam suatu pernikahan. 

Dengan hadirnya film ini masyarakat sulawesi-selatan khususnya bugis-makassar sangat berterima kasih, karena film ini memperkenalkan kembali adat istiadat warisan nenek moyang secara turun-temurun dalam hal persoalan proses pernikahan yang diikuti dengan perbandingan nilai-nilai agama. Supaya tercipta benang merah bahwa adat istiadat tidaklah bertentangan dengan agama. Semoga film ini semakin sukses dan menjadi penyemangat bagi film-film lokal kedaerahan untuk terus berkarya. Selamat menonton.


M Galang Pratama
Apresiasi Harian Fajar, 18 September 2016


Karya : Rachmat Faisal Syamsu



Rujukan :
  1. Disalin dari file Rachmat Fasial Syamsu
  2. Pernah tersiar di Koran Fajar Makassar, Edisi 18/9/2016