Pedang dan Perisai Perang

perang telah sejak lama selesai,
telah kupulun pula segala perisai,
yang pernah terabaikan pedang,
pedang pada kilat matanya,
mata yang cuai pada tajam,
tajam yang lupa pada batu asahan,
batu yang alpa pada gesekan,
gesekan yang tak perduli sepi,
sepi yang mengiris-ngiris janji

bukankah kau juga yang menyatakan,
perang terhadap kaumku di muka sultan,
kau pilin segala yang belum terjalin,
kau jalin benang merah hitam putih,
yang dititiskan datu berjanggut pasi,
biar segala tajam bersimpul ke mata pedangmu,
dan aku masih menggenggam pedang sana lenggam,
yang dititiskan moyangku dari selatan,
bukankah kau juga yang menghardik datu dan hulubalang,
yang terpaksa menjadi sekutumu,
padahal kau hanya memupuk cemburu pada sultan,
hilangkanlah tondi hitam dalam dirimu,
juga igau pada
wahyu yang selalu hendak kau tikam

meski gigil mengigal, aku datang padamu,
dengan sebilah pedang di tangan kananku,
dan segala risau telah genap dibekap datu dari kaummu,
juga dendam penujum yang dibawa dari sejarah masa lampau,
yang dijarah zending-zending dari eropa

pedang ini kubawa dari sejarah masa lalu,
yang pernah dihadang datu dan hulubalang,
yang kurampas ketika kemaruk perang berkecamuk,
kau tentu saja belum memunggahnya,
tentang hikayat raja-raja dengan tongkat tengkorak kepala

tapi ketahuilah, bahwa kejayaan yang pernah bercahaya di Sipirok,
hanyalah sekadar umbar, igal yang mengigau dari mulut jenderal,
dan sisa-sisa bau mesiu dari meriam tombong,
bekas peluru yang pernah meluruhkan beribu tubuh,
yang tak dibaca anakmu di selatan, usai pertempuran

tak ada yang diwariskan, kecuali pedang dan perisai,
hunderbluss dan bambu orang melayu tak ada di sini,
meriam tombong di museum belanda,
patung-patung, guri-guri, buli-buli dibawa ke eropa,
kita hanyalah klerek dan inlander kretek,
sisanya bernama rempah telah dijarah sejak lama,
dan semenjak perang usai,
telah kupulun pedang dan perisai dari amuk sansai,
kupilin pedih perang yang kerap menggilas dalam diri.

                                                            Jakarta-Pekanbaru, 2015



Karya: May Moon Nasution

Rujukan:
  1. Disalin dari file May Moon Nasution
  2. Pernah tersiar di Koran Kompas, 28 Februari 2016